19.15
Rahangku terasa sakit dan pegal karena terlalu banyak tersenyum dan tertawa. Aku menyingkir dari dalam rumah itu dan menuju kebun belakang. Aku pikir aku sendirian lalu seorang gadis menghampiriku.
“Aku tak percaya oppa mau bersama gadis sepertimu.” Ucap gadis itu dengan ketus. Aku menatapnya sekilas lalu memandang sekelilingku.
“Thanks” balasku asal. Aku sedang tidak mood untuk mengimprovisasi novelku. Ataupun memainkan drama.
“Kau hanya gadis jelek tau! Tidak usah sombong deh.” Ucap gadis itu semakin sinis. Aku memandangnya.
“Maaf, aku tidak mengerti maksudmu.” Ucapku berusaha kalem walaupun aku sudah ingin balik menyerangnya.
“Bitch!” Ucap gadis itu sebelum akhirnya meninggalkan ku. Aku menghembuskan nafas dengan lega, aku tidak biasa menjadi seperti itu. Aku tidak bisa menahan emosiku sendiri.
Byarr…
“Shit!” Desisku menengok kebelakang. Gadis itu baru saja menyiramku dengan anggur merah. Sekarang dress putihnya memiliki noda merah disekitar bagian punggungnya. Aku mendorong gadis itu.
“Diajari sopan santun tidak sih!” Bentakku kencang.
“Hei hei, apa yang terjadi?” Tiba tiba Hye Jin datang entah dari mana. Sebelum aku sempat menjawab gadis itu sudah bangun dan mendekati Hye Jin duluan.
“Eonni hanya sedikit emosi karena aku menumpahkan wine ke bajunya. Aku yang salah kok oppa.” Ucap gadis itu mencari pembelaan.
“Sudahlah Rae-chan, kenapa harus mendorong Carol sih?” Hye Jin tersenyum menatapku lalu mendatangiku, berusaha mengelus kepalaku tapi aku menepis tangannya dan melipat tanganku sambil memeberikan tatapan bertanya padanya.
Namun aku sangat kecewa padanya hari ini. Pertama ia datang tiba tiba ke Korea. Lalu menyuruhku menjadi bonekanya. Lalu aku datang ke pesta ulang tahunnya tanpa tau ialah yang berulang tahun. Lalu kini ia bahkan semudah itu percaya pada siapapun gadis itu.
Sesaat ia tampak kaget karena aku menepis tangannya. Setelah mendapat tatapanku ia mencoba menyentuh kepalaku lagi. Kali ini aku tidak melawan. Ia mengusap kepalaku lembut lalu memelukku.
“Maaf.” Ucapnya pelan seakan mengerti arti tatapanku.
“Jadi oppa lebih belain cewek itu daripada Carol?” Tanya Carol dengan suara melengking.
Hye Jin melepas pelukannya padaku dan menatap Carol.
“Carol…” ujar Hye Jin pelan tapi nadanya tegas. Carol menatapku sinis lalu berjalan pergi.
“Punggung kamu basah, rambut kamu juga basah bagian bawahnya.” Ia teraenyum padaku lalu melepas blazernya dan memakaikannya padaku. Aku mengangguk.
Setelah meminjam kamar mandi di kamar Carol gadis itu juga meminjamkan baju miliknya. Baggy shirt putih dengan gambar mickey mouse dan celana pendek abu abu.
“Tapi blazernya oppa kasih aku!” Perintah gadis itu pada Hye Jin yang menunggu diluar. Sepertinya Hye Jin setuju saja.
Aku keluar dengan baju yang pas itu. Untung saja ia memilih putih dan abu abu tua untukku karena cukup matching dengan sepatu, rambut, kalung dan gelangku.
“Thanks.” Ucapku sambil menatap diri sendiri di cermin.
“Whatever.” Ucap gadis itu acuh tak acuh sambil berjalan keluar dan meminta blazer Hye Jin.
Hye Jin membiarkan aku mengobrol bersama neneknya yang lebih suka dipanggil Esther.
“Dulu, waktu dia masih kecil, bandel sekali. Betul betul bandel. Dikasih tau apa gamau, disuruh apa ngelawan. Tapi sudah dewasa seperti ini, anaknya baik kan? Setiap ada acara keluarga dia pulang kesini. Sopan, ganteng, baik. Tapi masih aja belum mau menikah.” Ucap Esther panjang lebar.
“Aaa… menikah kan bisa nanti grandma.” Canda Hye Jin duduk disebelahku.
“Liat tuh, dikasih tau masih ngelawan aja. Grandma kan maunya cepet liat cicit. Kamu kan yang paling tua!” Balas Esther keras kepala.
Akhirnya Hye Jin hanya mengiyakan ucapan Esther. Lalu aku dipanggil oleh mama Hye Jin, tante Rachel. Rachel bercerai dengan Mr.Shim lalu menikah dengan orang Cina, mereka sudah punya anak tapi ditinggal di Cina.
Beliau berumur 40-an dan masih sangat gesit. Berkerja sebagai wedding organizer.
“Sini, sini. Menurut kamu Rae, bagusnya yang mana?” Tanya Rachel yang menolak dipanggil tante. Ia menunjuk tiga design wedding dress. Yang satu ceria dengan banyak sekali lipatan berbunga. Yang satu sangat elegan dengan lengan panjang dan memiliki ekor gaun yang dibuat seperti jubah. Yang terakhir fashionable. Lengan kirinya didesain seperti pita sedangkan yang kanan tidak berlengan. Gaunnya memiliki model mermaid tapi bagian pinggang sampai lutut dibuat berlipat.
“Yang ini.” Tunuj Hye Jin pada desain kedua. Tangannya dipukul pelan oleh Rachel.
“Tidak ada yang tanya kamu!” Ledek wanita itu.
“Semuanya bagus, tergantung pernikahannya berlangsung dimana. Kalau garden party yang pertama. Kalau indoor mungkin yang kedua sama ketiga. Tapi yang ketiga untuk outdoor juga bagus.” Ucapku sambil melayangkan pikiran ke novelku.
“Kalau kamu mau yang mana?” Tanya Rachel kini tersenyum padaku. Aku yang ditanya begitu hanya tersenyum. Hye Jin juga menatapku ingin tau.
“Yang kedua.” Ucapku.
“Serius? Bukan karena tadi Hye Jin bilang yang kedua?” Rachel menaikkan alisnya. Aku menggeleng pelan.
“Kalau aku married aku mau temanya itu ice. Jadi pasti indoor terus nanti jubah ininya kainnya tipis jadi hampir transparan. Terus dijahit manik manik. Gaunnya nanti ada glitternya, warna putih. Terus nan…” aku berhenti bercerita, mengetahui aku telah bicara aneh-aneh.
Hye Jin dan Rachel menatapku ingin tahu. Apa aku bicara terlalu banyak? Rachel tersenyum. “Its gonna be beautiful. ” aku hanya mengangguk malu.
23.15
Aku sudah kembali ke hotel. Hari ini menyenangkan sekali. Kalau semua itu nyata. Hye Jin sangat profesional dalam rencananya. Dia aktor yang baik.
Tapi aku bukan.
Semua tadi rasanya begitu menyenangkan. Begitu menyenangkan hingga aku tidak ingin semuanya palsu.
23.45
Aku harus tidur dan berhenti memikirkan kejadian hari ini. Besok aku masih harus bangun jam 9 dan mengantar kepergiaan Vagels.